Menulis dengan Hati  

Diposting oleh greata

Tentunya pembaca budiman sudah akrab dengan Novel Ayat-Ayat Cinta, buah karya Habiburrahman Al Shirazy yang telah diangkat ke layar lebar oleh sutradara muda Hanung Bramantyo. Sebuah Novel yang menjadi best seller dan menjadi rujukan banyak orang terutama muslim dalam melihat hakikat cinta.

Selain Novel Kak Abik, bagi pembaca yang akrab dengan sastra tentu kenal juga dengan “Tenggelamnya Kapal van Der Wicjk”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Merantau ke Deli” buah pena Ulama Besar Buya Hamka. Banyak yang mengisahkan, ketika membaca roman-roman Buya tersebut tak terasa airmata mengalir dibawa larut oleh cerita yang digugah.

Pembaca sekalian, sesungguhnya apa yang membuat sebuah karya terutama karya sastra bisa mengobok-obok perasaan, menimbulkan tangis, mengobarkan semangat dan idealisme? Menurut hemat penulis, semua itu lahir bukan dari pemenuhan kriteria-kriteria penulisan yang lazim dipahami oleh sastrawan dan tidak lahir pula dari training-training penulisan yang memberikan teori-teori gaya bahasa.

Hati…Ya, karya yang ditulis dengan hatilah yang bisa menggugah hati. Berdasarkan penuturan Kak Abik sendiri, Ayat-Ayat Cinta lahir ketika beliau mengalami kecelakaan yang mengakibat kakinya patah. Pada saat sakit beliau merasakan, belum ada usaha yang telah dilakukan untuk memperjuangkan agama Allah. Berangkat dari pengalaman antara hidup dan maut inilah Ayat-Ayat Cinta Lahir.

Sementara karya Buya Hamka hadir dari perjalanan hidup beliau yang pahit sejak masa kecil. Lahir sebagai anak laki-laki yang sangat dinantikan karena saudara-saudaranya perempuan semua, berjalan traumatik ketika Ayah beliau Haji Rasul beristri lagi yang membuat Hamka kecil teriris hatinya melihat penderitaan yang dialami oleh Ibu kandungnya. Sempat juga kabur dari rumah, lari menuju daerah selatan Minangkabau, namun di tengah perjalanan mengalami sakit yang hendak mengambil nyawa di badan.

Pengalaman hidup yang membekas di hati ketika disampaikan lewat karya sastra dengan pengolahan bahasa yang sederhana, bisa menjadi meteor yang berpijar sepanjang masa. Karena cerita yang disampaikan tidak lahir dari sebuah kebohongan dan khayalan semata, tapi hadir sebagai kritik dan ungkapan terdalam dari dalam jiwa.

Saya kira, setiap orang punya potensi untuk melahirkan karya-karya fenomenal layaknya Buya Hamka dan Habiburrahman. Namun, pengalaman kita berbeda dari mereka. Bagi yang menjalani hidup biasa-biasa saja tentu sulit untuk bermeditasi dan berefleksi secara mendalam.

Tapi, bagi yang pernah merasakan cinta tentu pernah merasakan bagaimana beratnya mengungkapkan perasaan kepada insan yang disayang, meski untuk mengucapkan sepatah kata saja. Bagi yang sudah merasakan, sadarilah bahwa ini merupakan potensi positif yang bisa dikembangkan untuk menghasilkan karya-karya yang bisa menjangkau hati…

Mersi, Sabtu 16:45 26 April 2008
Tulisan ini lahir ketika tadi siang aku bermimpi tentang dirimu lagi

This entry was posted on 22.13 . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar